SERANG, HITAM PUTIH – Kasus kekerasan terhadap jurnalis kembali mencuat di Kabupaten Serang, Banten. Sejumlah wartawan mengalami intimidasi dengan senjata tajam ketika melakukan peliputan kegiatan pemasangan jaringan BTS milik PT Protelindo di Desa Sangiang, Kecamatan Pamarayan, pada Jumat, 22 Agustus 2025.
Kronologi Kejadian
Awalnya, liputan berlangsung normal. Para wartawan dari Revolusinews.com, Kupasmerdeka.com, dan Bantenmore.com telah meminta izin kepada pekerja yang berada di lokasi. Pihak pekerja mengizinkan, sehingga kegiatan jurnalistik bisa dilakukan dengan lancar.
Namun, situasi berubah drastis ketika seorang pria berinisial IN, yang mengaku sebagai pemilik lahan, mendatangi wartawan dengan ekspresi marah. Ia membawa golok dan gergaji sambil berteriak dengan nada mengancam.
Kesaksian Wartawan di Lokasi
Liputan Awalnya Berjalan Lancar
Wahyu, wartawan Revolusinews.com, menuturkan bahwa sejak awal tidak ada kendala berarti.
“Kami sudah meminta izin kepada pekerja di lokasi, dan mereka mengizinkan. Liputan berjalan dengan lancar,” ujarnya.
Ancaman Tiba-tiba dari Pemilik Lahan
Situasi berubah ketika IN datang secara tiba-tiba.
“Pemilik tanah itu langsung melontarkan kata-kata kasar sambil menenteng golok dan gergaji. Ia berlari ke arah kami, bahkan mengayunkan senjata tajam tersebut seolah mau membacok,” jelas Wahyu.
Ancaman verbal pun dilontarkan dengan nada tinggi. Pelaku menuduh wartawan hendak mencari masalah di tanah miliknya, sambil menantang untuk berkelahi. Aksi itu membuat wartawan merasa terancam dan tidak aman dalam menjalankan tugas.
Laporan ke Polisi
Merasa keselamatan terancam, para wartawan segera melaporkan insiden tersebut ke Polsek Pamarayan. Mereka menilai tindakan yang dilakukan IN bukan hanya bentuk intimidasi, tetapi juga pelanggaran hukum.
Wahyu menegaskan bahwa laporan mereka mengacu pada dua aturan hukum. Pertama, Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam. Kedua, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang melindungi kebebasan wartawan dalam menjalankan tugasnya.
“Kami sudah melaporkan perbuatan ini ke aparat kepolisian. Kami berharap proses hukum berjalan tegas agar kasus serupa tidak terus terulang,” kata Wahyu.
Ancaman Hukuman bagi Pelaku
UU Darurat No. 12 Tahun 1951
Dalam aturan ini, siapa pun yang tanpa hak memiliki, membawa, atau menguasai senjata tajam seperti golok, pisau, atau pedang dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 10 tahun.
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
Selain itu, tindakan intimidasi terhadap wartawan termasuk pelanggaran Pasal 18 ayat (1) UU Pers. Aturan ini menyebutkan bahwa siapa pun yang secara melawan hukum dengan sengaja menghambat atau menghalangi tugas jurnalistik dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal 2 tahun atau denda hingga Rp500 juta.
Dengan demikian, pelaku berpotensi menghadapi ancaman hukuman ganda atas perbuatannya.
Kekerasan terhadap Pers Masih Terjadi
Insiden ini menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap jurnalis di Banten. Padahal, wartawan memiliki peran penting sebagai penyampai informasi publik. Kekerasan dalam bentuk ancaman fisik, intimidasi, maupun pelecehan verbal jelas bertentangan dengan prinsip kebebasan pers.
Praktisi media menilai bahwa kasus ini mencerminkan masih lemahnya pemahaman sebagian masyarakat terhadap peran wartawan. Tindakan represif tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai prinsip demokrasi.
Perlindungan Hukum Bagi Wartawan
Di Indonesia, wartawan bekerja berdasarkan Kode Etik Jurnalistik dan dilindungi oleh UU Pers. Kebebasan pers dijamin konstitusi, sehingga setiap jurnalis berhak melakukan peliputan tanpa intimidasi.
Dalam praktiknya, masih banyak jurnalis yang menghadapi hambatan ketika meliput, terutama di lapangan. Mulai dari penolakan, perampasan alat kerja, hingga ancaman fisik. Kasus di Serang ini menjadi bukti nyata bahwa ancaman terhadap kebebasan pers belum sepenuhnya hilang.
Harapan Jurnalis dan Masyarakat
Para wartawan berharap polisi dapat menindaklanjuti laporan mereka dengan serius.
“Kami tidak ingin kasus ini hanya berhenti di laporan. Aparat harus memproses hukum agar ada efek jera,” tegas Wahyu.
Masyarakat sipil juga mendorong agar setiap kasus kekerasan terhadap wartawan diusut tuntas. Perlindungan hukum bukan hanya hak jurnalis, melainkan bagian dari menjaga hak publik untuk mendapatkan informasi.
Kasus wartawan yang nyaris dibacok saat liputan di Serang menunjukkan bahwa ancaman terhadap kebebasan pers masih nyata di lapangan. Insiden ini telah dilaporkan ke polisi dengan dasar hukum yang jelas, yaitu UU Darurat No. 12 Tahun 1951 dan UU Pers No. 40 Tahun 1999.
Proses hukum diharapkan berjalan tegas agar kekerasan terhadap jurnalis tidak lagi terulang. Pada saat yang sama, masyarakat juga perlu memahami bahwa wartawan bukan musuh, melainkan mitra informasi publik.