Kabupaten LebakPendidikanPeristiwa

Spanduk Tuntutan Lengserkan Kepala Sekolah Terbentang di SMA Negeri 1 Cimarga

×

Spanduk Tuntutan Lengserkan Kepala Sekolah Terbentang di SMA Negeri 1 Cimarga

Sebarkan artikel ini
Spanduk Tuntutan Lengserkan Kepala Sekolah Terbentang di SMA Negeri 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Senin (13/10/25).

LEBAK, HITAM PUTIH – Sebuah spanduk putih dengan tulisan tebal berwarna hitam dan merah terbentang di depan gerbang Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Senin pagi, 13 Oktober 2025. Tulisan di atasnya tegas berbunyi “Kami Tidak Akan Sekolah Sebelum Kepsek Dilengserkan.”

Pemasangan spanduk tersebut langsung menarik perhatian publik. Hingga kini, belum diketahui siapa yang memasangnya, namun keberadaannya mencerminkan adanya ketegangan di lingkungan sekolah.

Berdasarkan pantauan di lapangan, sejumlah siswa memilih tidak masuk kelas sebagai bentuk protes terhadap Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga, Dini Fitriah. Aksi ini dipicu oleh dugaan kekerasan fisik berupa penamparan terhadap salah satu siswa kelas XII-1.

Sejumlah siswa menilai tindakan kepala sekolah (kepsek) mencerminkan gaya kepemimpinan yang dianggap arogan dan tidak adil, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan dalam proses belajar.

“Kami tidak akan masuk kelas sebelum kepala sekolah diganti. Kami ingin sekolah yang tenang dan nyaman,” ujar salah satu siswa yang enggan disebut namanya.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak sekolah belum mengeluarkan pernyataan resmi. Situasi di lokasi masih dipantau oleh pengawas sekolah dan Dinas Pendidikan Provinsi Banten untuk mencari solusi yang adil dan bijak.

Klarifikasi Kepala Sekolah

Kasus ini menjadi perhatian luas setelah Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga, Dini Fitriah, dilaporkan ke polisi atas dugaan kekerasan terhadap siswa bernama Indra Lutfiana Putra.

Dalam video klarifikasi yang beredar di media sosial, Dini mengakui telah menampar Indra. Namun, ia menegaskan bahwa tindakan tersebut dilakukan secara spontan dan tidak keras.

“Betul saya tampar, tapi tidak keras, dan itu refleks karena Indra tidak mau mengaku merokok,” ujar Dini Fitriah dalam video klarifikasinya.

Ia menjelaskan bahwa peristiwa itu bermula ketika dirinya memergoki Indra sedang merokok di area sekolah. Saat ditegur, siswa tersebut membuang rokok yang masih menyala dan tidak mengakui perbuatannya.

Dini juga mengaku sempat mengetuk bagian pinggang siswa itu, namun membantah tuduhan bahwa ia menendang seperti yang ramai diberitakan.

Perspektif Sosial dan Pendidikan

Peristiwa ini menimbulkan perdebatan publik mengenai batas kewenangan tenaga pendidik dalam menegakkan disiplin di sekolah. Di satu sisi, guru dan kepala sekolah memiliki tanggung jawab moral untuk menanamkan nilai kedisiplinan kepada siswa. Namun di sisi lain, tindakan fisik dalam konteks pendidikan modern dianggap melanggar prinsip non-kekerasan dalam pembelajaran.

Dalam konteks sosial, kasus ini juga mencerminkan adanya krisis komunikasi antara otoritas sekolah dan peserta didik. Protes siswa menunjukkan bahwa hubungan hierarkis dalam lembaga pendidikan kini tengah mengalami perubahan. Siswa mulai berani menyuarakan ketidaksetujuan terhadap tindakan yang dianggap tidak adil atau melanggar hak mereka.

Secara akademik, pengelolaan konflik di lingkungan sekolah menuntut pendekatan yang lebih edukatif dan partisipatif. Kepala sekolah idealnya menjadi teladan dalam komunikasi empatik, bukan hanya penegak disiplin semata.

Pakar pendidikan sering menekankan pentingnya mekanisme dialog dan konseling dalam menangani pelanggaran siswa. Pendekatan humanis dinilai lebih efektif dalam membentuk karakter dan tanggung jawab moral peserta didik dibandingkan dengan hukuman fisik.

Kasus SMAN 1 Cimarga dapat dijadikan refleksi bersama tentang perlunya peningkatan kompetensi sosial-emosional bagi tenaga pendidik. Sekolah seharusnya menjadi ruang aman bagi siswa, tempat di mana disiplin ditegakkan tanpa mengabaikan nilai kemanusiaan.(edijun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *