Oknum Security PN Rangkasbitung Diduga Halangi Tugas Wartawan Disorot Aktivis dan Pengacara

Foto: ilustrasi/net

LEBAK, HITAM PUTIH – Insiden pelarangan terhadap jurnalis yang hendak meliput proses mediasi di Pengadilan Negeri (PN) Rangkasbitung pada Rabu, 4 Juni 2025, menimbulkan kekecewaan dan kritik dari berbagai pihak. Peristiwa ini terjadi setelah sidang gugatan kedua antara Sukaesih sebagai penggugat dan Ujang Krisna sebagai tergugat, dalam perkara dugaan penyerobotan lahan milik PT. Bantam.

Usai persidangan, pihak pengadilan mengarahkan kedua belah pihak untuk menempuh proses mediasi. Namun, proses tersebut batal dilakukan akibat adanya pelarangan terhadap wartawan dari media Divisinews.com yang datang untuk meliput. Jurnalis tersebut diundang secara resmi oleh pihak penggugat dan telah mengantongi identitas resmi sebagai wartawan. Meskipun demikian, oknum petugas keamanan pengadilan menolak mereka masuk ke ruang mediasi.

Penolakan ini memicu ketegangan di lokasi, dengan terjadi adu argumen antara jurnalis dan petugas keamanan. Tindakan tersebut menuai kritik dari aktivis dan pihak kuasa hukum penggugat yang turut hadir di pengadilan.

King Naga, seorang aktivis yang mengikuti jalannya persidangan, menilai tindakan pelarangan terhadap wartawan merupakan pelanggaran terhadap prinsip transparansi.

“Ini jelas menyalahi aturan. Kan wartawan juga jelas legalitasnya,” ujar King Naga.

Ia menekankan bahwa keberadaan identitas resmi wartawan semestinya menjadi dasar untuk memberikan akses peliputan di semua area pengadilan, termasuk ruang mediasi, terlebih jika pihak yang bersengketa menghendaki kehadiran media.

Pernyataan senada disampaikan oleh kuasa hukum penggugat, H. Rudi Hermanto, SH. Ia menyebut tindakan pelarangan jurnalis bertentangan dengan prinsip kebebasan pers sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.

“Wartawan itu tidak boleh dihalangi selama dalam konteks peliputan, karena wartawan dilindungi undang-undang yang sah,” tegas Rudi.

Ia juga mengacu pada ketentuan yang berlaku di lingkungan pengadilan. Menurutnya, aturan yang dijelaskan oleh mediator menyebutkan bahwa siapa saja yang diizinkan oleh para pihak dapat ikut dalam proses mediasi.

“Sudah jelas dalam Pasal 5 poin 1 yang dijelaskan oleh mediator PN Rangkasbitung bahwa yang diperbolehkan masuk dalam ruang mediasi adalah yang dikehendaki para pihak. Dalam hal ini, pihak penggugat justru menghendaki kehadiran media,” ungkap Rudi.

Lebih lanjut, ia mengkritik sikap oknum petugas pengadilan yang dinilainya arogan dan merugikan kerja jurnalistik. Rudi berharap kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.

“Saya berharap tidak ada lagi penjegalan terhadap hak-hak wartawan selama legalitas media tersebut jelas. Karena tindakan seperti ini sama saja dengan melanggar undang-undang, dan tentu ada konsekuensi pidananya,” pungkasnya.

Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak keamanan PN Rangkasbitung terkait insiden tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *