HITAMPUTIH.CO.ID – Sejumlah wartawan di Kabupaten Lebak mengungkapkan kesulitan dalam memperoleh informasi dari Dinas Pendidikan setempat. Mereka meminta Bupati Lebak, Hasbi Jayabaya, agar segera mengevaluasi kinerja Kepala Dinas Pendidikan.
Para wartawan menyebut bahwa mereka telah berusaha menghubungi Kepala Dinas sejak pagi hari sebelum jam kerja, namun tidak mendapatkan tanggapan. Hal ini dinilai menghambat tugas jurnalistik yang membutuhkan informasi dari pihak berwenang.
“Sebagai pejabat publik yang mengelola anggaran negara, seharusnya mereka bersikap terbuka kepada siapa pun, terutama kepada wartawan yang bertugas menyampaikan informasi kepada masyarakat agar pemberitaan bisa berimbang,” ujar Badri, salah satu wartawan yang biasa meliput di wilayah Lebak, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/5/2025).
Badri menilai Kepala Dinas Pendidikan tidak menunjukkan sikap kooperatif. Ia mengkritik pejabat tersebut yang dinilainya enggan berkomunikasi dengan media.
“Kalau teman-teman wartawan kesulitan mendapatkan informasi karena kepala dinasnya alergi terhadap profesi kami, saya katakan alergi, ya jangan mau jadi pejabat,” tegas Badri.
Ia juga menyoroti bahwa komunikasi melalui aplikasi WhatsApp tidak berjalan lancar. Pesan yang dikirimkan sering kali diabaikan tanpa balasan.
“Untuk bertemu dan menghadap Kepala Dinas Pendidikan Lebak itu tingkat kesulitannya luar biasa, melebihi seorang Presiden,” tambahnya.
Atas dasar ini, para wartawan meminta Bupati Lebak agar segera mengevaluasi Kepala Dinas Pendidikan. Mereka menilai sikap tertutup seperti ini bertentangan dengan semangat transparansi dalam pemerintahan.
“Dengan sikap yang terkesan alergi terhadap wartawan, kami menilai Kepala Dinas tidak mendukung visi dan misi Bupati dalam membangun Kabupaten Lebak. Oleh karena itu, kami mendesak agar Bupati segera melakukan evaluasi terhadap kinerjanya,” jelas Badri.
Dalam penjelasannya, Badri menegaskan bahwa wartawan memiliki kewajiban untuk menyajikan berita secara berimbang dan sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Proses tersebut mencakup konfirmasi kepada narasumber dan verifikasi atas informasi yang diterima.
Kode Etik Jurnalistik, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Pers, mewajibkan wartawan untuk melakukan uji informasi. Dalam praktiknya, hal ini sering terkendala karena banyak pejabat publik enggan memberikan keterangan.
“Kadang narasumber tidak menjawab saat dihubungi, bahkan ada yang memblokir nomor wartawan. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak memahami tugas pers,” ungkap Badri.
Ia menambahkan bahwa pejabat seharusnya bersikap elegan, tidak menghindar ketika dikonfirmasi. Ketika informasi publik tidak diberikan, pemberitaan yang disampaikan menjadi tidak berimbang.
Namun, sesuai dengan Pedoman Media Siber, jika upaya konfirmasi sudah dilakukan namun tidak mendapat respons, berita tetap dapat diterbitkan dengan mencantumkan alasan mengapa konfirmasi tidak berhasil dilakukan.
“Jadi bukan wartawannya yang tidak cover both side, tapi memang narasumber yang tidak bisa dihubungi. Ini harus dipahami bersama,” ujar Badri.
Konfirmasi adalah langkah penting dalam kerja jurnalistik profesional. Tanpa itu, informasi hanya menjadi kabar yang belum teruji.
Wartawan bertugas mengolah informasi melalui wawancara, verifikasi, dan penyuntingan agar menjadi berita yang akurat. Proses ini membedakan media profesional dari media sosial.
Pejabat publik perlu memahami peran strategis pers dalam demokrasi. Pers membantu masyarakat memperoleh informasi, mendorong penegakan hukum, dan memperjuangkan hak asasi manusia.
Pers juga berfungsi untuk mengembangkan opini publik berdasarkan informasi yang benar. Selain itu, pers nasional berperan sebagai pengawas, pengkritik, dan penyampai saran atas kebijakan publik.
Dengan demikian, pejabat publik seharusnya tidak bersikap tertutup terhadap wartawan. Justru, wartawan dapat menjadi mitra kerja dalam menyampaikan informasi yang penting bagi masyarakat.
Kemerdekaan pers dijamin dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pers No. 40 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa pers memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan serta informasi.
Artinya, pers tidak bisa dilarang untuk menyebarkan informasi yang bermanfaat bagi kepentingan umum. Oleh karena itu, pejabat publik diharapkan terbuka dan bersedia bekerja sama dengan media demi keterbukaan informasi dan transparansi pemerintahan.